Senin, 11 Februari 2013

Mawar Terakhir


Saat cinta mulai menerka, hilang arah dan tujuan. Mungkin kalimat itu lah yang dapat terlontar untuk saat ini. Anisa adalah siswi SMA kelas 2 yang lagi kasmaran denga seorang laki-laki yang membuat dia merasa fly setiap saat, Agastya Nandana namanya. Agas adalah anak kelas 2 juga di tempat Nisa bersekolah. Namun, mereka mengambil prodi kelas yang berbeda. Agas mengambil prodi kelas BAHASA sedangkan Nisa mengambil prodi kelas IPA.
Meskipun tidak satu kelas dan kelasnya pun sangat berjauhan, cinta mereka berdua jarang untuk padam. Hingga suatu saat, pagi Agas ingin bertemu dengan Nisa. Tanpa kecurigaan yang dirasakan oleh Nisa, Nisa dengan santai menghampiri Agas ke tempat seperti biasa mereka bertemu. Nisa yang sedang tidak enak badan enggan duduk di bangku. Dan akhirnya banyak sekali perdebatan agar Nisa mau duduk. Namun, setelahlama kemudian dia selalu menolak dan menolak.
Hingga akhirnya Agas pun mengalah untuk Nisa, dan dimulailah Agas berbicara. Nisa yang tanpa ada rasa yang mengganjal ia pun mendengarkan Agas berbicara sambil memainkan hpnya. Lima menit berlalu, dan Agas tak kunjung bicara. Karena Nisa yang semakin kesal dengan Agas yang berbelit-belit. Nisa mulai naik darah.
“Kamu mau ngomong apa sih sebenernya?” kata Nisa.
“Bentar” kata Agas. (sambil meminum air dari botol yang dia bawa)
“Kamu loh mau ngomong apa?”
“Aku….emh…..gimana ya?”
“Aku nggak tau, kamu juga nggak cerita. Ayo mau ngomong apa udah keburu mau masuk ini”
“Duh, susahnya buat ngomong kayak gitu aja”
“Gak tau”
“Yaudah, intinya kita putus. Dan inget perkataanku ya, makan ya makan, minum obat ya cepet di minum gak usah nunggu disuruh-suruh lagi. Ingat juga ketika kamu sudah bersama yang lain, tapi kalau ketemu aku inget orang itu selalu saying sama kamu walau pun dia sering marahin kamu.”
“Iya, aku balik ke kelasku dulu ya”
“Oh iya satu lagi jangan manja terus ya Nis,”
“Iya, apa lagi?” (membelakangi Agas)
“Jangan nangis terus”
“Iya” (dengan senyum walau dia ingin menangis)
“Dan ini satu lagi, ini ada bunga mawar buat kamu. Simpan baik-baik ya bunganya”
“Iya, aku balik dulu”
Tanpa menghiraukan Agas lagi. Nisa bergegas untuk kembali ke kelasnya. Saat perjalanan menuju kelasnya, Nisa bertemu dengan teman-temannya. Devan, Regita, dan Rindi. Nisa pun bercerita hal yang terjadi pagi tadi dengan Agas.
“Regi, aku putus sama Agas.”
“Halah, paling juga kamu bakal kembali lagi”
“Kayaknya enggak bakal kembali lagi deh reg”
“Emang alasannya apa dia mutusin kamu?”\
“Nggak tau.”
“Jadi kamu diputusin sama Agas tanpa sebab Nis?” kata devan
“Iya” (sambil meneteskan air matanya)
“Terus kamu mau?”
“Iya”
“kenapa kamu gampangan di putusin Nis?”
“Halah gimana lagi, kan udah diputusin. Ini dikasih bunga mawar” (sambil mengambil bunga mawar tersebut dari sakunya)
“Buat apa coba ini?”
“Buat kenang-kenangan habis diputusin paling. Aku kembali ke kelas dulu deh”
Jam pertama pelajran pun di mulai, Nisa masih berlinang air mata mengingat itu semua. Dan tak Nisa sangka jam ke tiga untuk semua kelas 2 ditiadakan. Semua siswa menuju aula untuk mendengarkan kuliah umum. Nisa dengan berlinang air mata bersama-sama temannya menuju aula. Tak disangka saat ia sampai dijembatan, dia melihat Agas dan teman-temannya menuju aula juga. Nisa menundukkan pandangannya dan memperlambat hentakan kakinya.
Tapi semua kesedihan ini telah sirna dengan hempasan waktu yang selalu datang, Nisa dan Agas kembali berbaikan kembali. Agas menyesali kesalahan yang telah ia buat saat itu.
Dua hari yang lalu, ketika libur sekolah. Agas dan Nisa mencoba bertemu dan membicarakan tentang kejadian yang telah membuat Nisa tersakiti. Di sudut kota yang tiada henti berlalulalang mobil dan kendaraan bermotor lainnya. Nisa menjemput Agas ke tempat biasa mereka bersama.
Pada saat di jalan, Nisa hanya tertunduk dan memaikan HP-nya. Bukan karena ingin menangis, melainkan ia sangat malas melihat muka Agas lagi. Karena bagi dia, Agas adalah masa lalu dia. Walau seperti itu Nisa menganggap Agas adalah teman lama yang tak perlu untuk dilupakan atau pun untuk dikenang.
Kereta api menghalangi perjalanan mereka untuk ke tempat mereka biasa bersama. Berhentilah mereka selama lima menit. Tak disangka Nisa yang lagi asyik main HP-nya. Spion sepeda motor yang mereka kendarai dibelokkan ke muka Nisa oleh Agas. Nisa yang tau hanya cuek dan masa bodoh dengan keadaan itu. Agas hanya senyum-senyum tidak penting bagi dia. Rasa sakit yang telah di berikan Agas kepanya tak dapat terhapuskan dengan senyuman waktu itu.
Sesampainya di parkiran tempat itu, Nisa hanya terdiam dan tak memandang Agas yang ada di sampingnya. Nisa hanya menjauh dan menjauh. Dalam benak Agas pun tersentak Nisa ingin menangis. Agas yang ingin merubah keadaan pun mulai berbicara.
“Udah, jangan nangis lagi.”
“Aku gak nangis.”
“Terus kenapa kamu nunduk mulu?”
“Gak papa, ayo jalan panas ini!”
“Iya ayo”
Selama perjalanan menuju tempat itu Nisa hanya mendiamkan Agas dan sesekali bertanya kepada Agas.
“Ini mau kemana?”
“Ketempat yang enak di buat ngomong.”
“Dimana?”
“Liat aja nanti, ayo jalan dulu.”
“Ya.”
Jalan dan berjalan mereka menyusuri semua sudut tempat itu. Dan akhirnya, Agas pun menemukan tempat yang pas untuk bicara.
“Disini aja.”
“Apa?”
“Disini aja aku ngomongnya.”
“Silahkan.”
“Aku tau tindakanku waktu itu salah, tindakan waktu itu tindakan fatal untuk kita, fikirku aku gampang buat lupa sama kamu dan aku bebas dengan semua beban yang ada dalam diriku akhir-akhir ini. Tapi nyatanya semua itu hanya buatku terluka dan tidak bisa tidur. Kamu selalu difikiranku 2 hari ini.”
“Terus?”
“Aku pengen kamu balik ke aku.”
“Segampang itu kah aku bisa nerima lagi?”
“Iya aku tau, aku salah, aku bodoh udah bertindak seperti itu. Dari kemarin aku selalu instropeksi kejadian itu. Dan tekadku sudah bulat buat aku ingin sama kamu lagi selamanya.”
“Taaaaaaaaaaaaaaaaaaaapi……”
“Tapi apa?”
“Aku takut kamu sakiti seperti ini lagi, aku gak ingin harus terjerumus kelembah hitam kedua kalinya, aku juga ingin bahagia.”
“Aku yakin kemarin itu adalah terakhir.”
“Tapi aku tetep takut kalau kamu nyakiti lagi ….. dan lagi……. Sakit ini belum sembuh tapi kamu tambahi lagi, aku dan kamu gak membaik tapi malah semakin buruk.”
“iya, aku minta maaf.”
“cuman itu?”
 “Terus kamu mau apa?”
“Terserah.”(sambil membelakangi Agas)
“Kamu mau apa enggak kita balikan lagi?”
“Enaknya apa?”
“Enaknya ya balikan lagi lah……hehehehehe.”
“Tapi aku masih tersakiti, oh ya aku punya kenang-kenangan buat kamu.”
“Apa?”
“Masih ada ditasku kok.”
“Kamu mau enggak balikan lagi sama aku? Ini untuk terakhir kalinya aku Tanya ke kamu.”(menutup muka)
“hmmm……..gimana ya?”
“Yaudah lah kalau kamu emang udah gak mau lagi balikan sama aku, inget momen-momen bahagia kita ya, aku pulang aja.”
“Sudah gitu doing?”
“lah terus mau gimana lagi? Toh kamunya gak mau kan sama aku lagi?”
“Kata siapa?”
“Ya kataku lah,”
“Mua di jawab apa gak ini?”
“Iya aku pengen di jawab.”
“Iya aku mau kok balikan lagi sama kamu.”
“Ya…..ya….yakin?”
“Makasih ya udah mau percaya sama aku lagi, gak akan ngecewain kamu lagi, gak akan buat kamu bersedih lagi dan lain-lain.”
“Iya…..” 

Kehidupan mereka pun kembali seperti sedia kala saat mereka sebelum dipisahkan sementara. Walau terkadang Nisa harus teringat kenangan pahit yang pernah ia terima dari Agas yang takkan terlupakan dibenaknya. Namun, dengan keteguhan hatinya Nisa hanya dapat menghapus sejenak kenangan pahit itu dengan air mata.
“Saat cinta menyapa
Ijinkan cinta itu tak’kan pernah pudar.
Saat cinta menyapa kehidupan kita.
Itu lah hadiah terindah dari sang pencipta cinta
Saat kau menyapa dengan cintamu
Do’aku akan selalu tersirat
‘Tuhan, jadikan cintanya, cinta yang tulus untuk menemaniku selalu
Dalam senyum dan sedihku
Jadikan cintanya cinta yang tulus, tak memandang apa yang aku miliki’
Saat cinta itu datang menghadang
Itu semua ridlo dari sang pencipta cinta
Ku sserahkan semua cinta yang telah ia tanam dalam hatiku
Kepada sang pembuat cinta,
Cinta memang tak berwarna
Tak berwujud
Tak berbentuk
Tapi, apalah artu kasihmu untukku sekarang
Kau buang aku seperti sampah
Kau ambil aku kembali
Saat engkau tak ada harapan
Untuk lebih tegar
Pilihanmu menusuk tulang rusukku
Membuatku rapuh hilang arah
Jiwaku telah terlindas olehmu
Desiran nafasku kinii
Hanyalah desiran kelapangan
Jiwa rusukku memang ingin dirimu
Tapi, anganku ingin lepas darimu
Walau kini aku
Bersama mu kembali
Kenangan gelap selalu terngiang
Dalam rusuk yang membara”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar